Friday 20 April 2018

Peran Penting Etika Bisnis


REVIEW JURNAL

Judul
Peran Penting Etika Bisnis Bagi perusaahaan-Perusahaan Indonesia Dalam Bersaing di Era Masyarakat Ekonomi Asean
Jurnal
Analisa Ekonomi Utama
Volume & Halaman
Vol. X, Hal. 19-32
Tahun
2016
Penulis
Jeffry H. Sinaulan
Kata kunci
Business ethics,guidelines, moral honest and mea

Reviewer
Kelompok 2
1.      ANA YUNITA                              1558632112012
2.      FARIDA HASANATUL              1558632111983
3.      FITRI YANI                                  1558632112016
4.      LAILATUL HASANAH             1558632112021
5.      MOCH.SILMI                              1558632111986
6.      NOVIANA MASHUDA              1558632112025
7.      SITI KHOLIFAH                         1558632111981
Tanggal
02 Mei 2016

Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa penting peran etika bisnis bagi perusahaan-perusahan Indonesia dalam menjalankan bisnisnya di era MEA.  Untuk mengetahui strategi yang diterapkan pelaku bisnis (perusahaan) Indonesia dalam Menghadapi MEA. Dan Sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi era MEA.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Sekunder. sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya tetapi melalui media perantara. Seperti buku-buku literatur, surat kabar, majalah, dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
 Teknik Pengumpulan Datanya menggunakan Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku literatur dan bacaan-bacaan lain yang dapat membantu dalam pemecahan masalah.
Definisi Operasional Variabel Independen.
Moralitas dan Etika Bisnis : Etika bisnis adalah penerapan etika dalam dunia bisnis.
Pembahasan
Bisnis adalah fenomena modern yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Bisnis dilakukan oleh manusia dengan manusia yang berarti norma atau nilai-nilai yang baik terbawa dalam kehidupan bisnis. Dalam praktik seorang pebisnis lebih suka menggunakan / berhubungan dengan perusahaan yang baik kualitasnya dalam segala aspeknya. Bisnis merupakan proses negosiasi antara dua pihak atau lebih yang dilakukan dengan tujuan untuk mecapai kesepakatan bersama yang bermotif untuk mendapat keuntungan. Dalam beberapa tahun ini dunia ekonomi berkembang sangat pesat dan bersifat modern. Perkembangan ekonomi yang sangat pesat tentunya memiliki faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh pelaku ekonomi. Dalam perusahaan dibutuhkan perencanaan jangka panjang dan strategi yang tepat untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang sangat ketat saat ini. Apabila suatu perusahaan tidak melakukan perencanaan yang tepat, maka perusahaan tersebut akan berdampak kalah bersaing dengan perusahaan lain dan akan berdampak pada kebangkrutan. Maka dalam hal ini perusahaan harus pintar dan cermat dalam memilih strategi sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Walaupun perencanaan dan menentukan strategi yang tepat merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam perusahaan untuk dapat bersaing dalam perkembangan ekonomi saat ini, ada hal yang harus perlu diingat oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan ekonominya yaitu masalah “etika”. Hal tersebut juga harus diperhatikan oleh pihak perusahaan dalam melakukan kegiatan penjualan kepada konsumen. Banyak perusahaan yang tidak memperhatikan masalah beretika dalam kegiatan bisnisnya. Etika sangatlah penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Etika sangatlah penting dalam mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk yang dijual oleh perusahaan. Tentunya hal tersebut juga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diterima oleh perusahaan. Pendapatan yang diterima oleh perusahaan diperoleh dari jumlah tingkat penjualan produk tersebut. Semakin banyak pendapatan yang diterima oleh perusahaan maka akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut dan menjauhkan dari dampak pada kebangkrutan.
Etika dalam berbisnis harus tetap dijaga oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. Apabila perusahaan tersebut tetap menjaga etika dalam melakukan proses produksi maupun penjualan produknya maka produk yang dijual akan diterima oleh konsumen selaku pihak terakhir yang membeli atau mengkonsumsi produk tersebut. Konsumen tentunya memilih produk untuk dikonsumsi yang ekonomis dan higienis. Sesuai dengan permintaan konsumen, maka perusahaan selaku produsen harus melihat apa yang diinginkan konsumen jika ingin produk tersebut diterima oleh konsumen. Tentunya masyarakat selaku konsumen lebih memilih produk yang tidak terlalu mahal dan cenderung murah. Namun selain harganya yang terjangkau konsumen juga memperhatikan tingkat kebersihan serta asal usul apa yang mereka konsumsi. Masyarakat tentunya tidak hanya memperhatikan harganya murah, jadi faktor higienis juga harus diperhatikan agar tidak mengganggu kesehatannya.
Tingkat higienis dari produk yang dikonsumsi oleh masyarakat merupakan hal yang harus diperhatikan. Namun pada kenyataannya masih ada perusahaan yang melakukan pelanggaran etika dengan menjual produk yang memiliki kandungan yang berbahaya bagi konsumen untuk dikonsumsi. Konsumen yang tidak mengetahui kandungan berbahaya pada produk yang mereka beli tentunya sangat merugikan dalam kesehatan konsumen itu sendiri. Konsumen juga harus pintar dan cerdas dalam memilih produk yang akan mereka beli atau untuk dikonsumsi sendiri yakni mana produk yang higienis dan mana produk yang tidak higienis. Dalam hal ini peran etika sangatlah penting dalam berbisnis sehingga tidak ada pihak akan dirugikan. Bisnis yang baik harus beretika dan bertanggungjawab sesuai dengan fungsinya, baik secara besar (makro) maupun kecil (mikro). Belakangan ini banyak kasus pelangggaran etika dalam berbisnis, hal ini perlu dibenahi agar tatanan perekonomian Negara semakin membaik.
Untuk mencapai hal tersebut maka dalam menjalankan bisnis, salah satu yang terpenting untuk diperhatikan adalah etika berbisnis. Karena seperti yang kita ketahui, bisnis juga memiliki berbagai norma atau etika yang harus dijalankan oleh pelakunya, baik antara sesama pelaku bisnis maupun terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Berlakunya MEA tentu akan menciptakan peluang sekaligus tantangan yang besar bagi Indonesia, khususnya bagi pelaku dunia usaha, sehingga diperlukan kemampuan untuk meningkatkan daya saing melalui penciptaan produk dan jasa yang lebih kompetitif, dan mampu memenuhi dinamika kebutuhan pasar.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peranan yang sangat mempengaruhi perusahaan tersebut, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Maka disinilah kita akan mengetahui peran penting etika dalam berbisnis. Dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tersebut , etika bisnis menjadi poin penting yang wajib dipegang oleh semua perusahaan sebagai pelaku bisnis di Indonesia. Perusahaan meyakini bahwa prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan menatati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
MEA terwujud dari keinginan negara-negara ASEAN untuk mewujudkan ASEAN menjadi kawasan perekonomian yang solid dan dapat diperhitungkan dalam percaturan perekonomian Internasional. Bagi Indonesia, pembentukan MEA 2015 akan memberikan beberapa tantangan yang tidak hanya bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan sesama negara ASEAN dan Negara lain di luar ASEAN seperti China dan India.
Kelebihan penelitian
Hadirnya MEA ini dapat diketahui yakni dari ciri khas lintas barang, jasa, investasi modal, dan tenaga terdidik yang bebas dan tidak mengenal batas negara. Jika hal ini terkait barang, maka tidak ada bea masuk dan tidak ada izin kerja untuk tenaga kerja asing, sehingga MEA membuka peluang untuk semua negara bisa berinvestasi di mana saja, peluang setiap negara sama besarnya.

Kelemahan penelitian
Pelaku Bisnis dianggap kurang gencar dalam memberikan informasi tentang MEA ini. Tidak sedikit, para pelaku usaha mikro kecil dan menengah kurang paham, bahkan tidak mengerti apa itu MEA. dan
dalam daya saing produk dari sisi kualitas. Ada juga faktor ekonomi karena biaya tinggi karena dan infrastruktur. Kemudian, semakin maraknya korupsi, faktor perizinan, dan lain sebagainya ikut melemahkan Indonesia.


Kesimpulan
Berlakunya MEA tentu akan menciptakan peluang sekaligus tantangan yang besar bagi Indonesia, khususnya bagi pelaku dunia usaha, sehingga diperlukan kemampuan untuk meningkatkan daya saing melalui penciptaan produk dan jasa yang lebih kompetitif, dan mampu memenuhi dinamika kebutuhan pasar. Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Etika bisnis dalam perusahaan mempunyai peran penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landsan yang kokoh. Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service” belaka. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia berdasarkan rencana strategis pemerintah untuk menghadapi MEA / AEC, antara lain Penguatan Daya Saing Ekonomi; Program ACI (Aku Cinta Indonesia); Penguatan Sektor UMKM; Perbaikan Infrastruktur; Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia; Reformasi Kelembagaan dan Pemerintahan. Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan kesiapan dalam menghadapi MEA ini antara lain
menetapkan 85 standard kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) serta akreditasi 725 balai latihan kerja dan lembaga pelatihan kerja swasta (LPKS); telah melakukan pelatihan wirausaha dan keterampilan kerja bagi 717.454 calon tenaga kerja dan melakukan sertifikasi terhadap 167 lembaga sertifikasi profesi (LSP) sebagai kesiapan menghadapi MEA; harus dapat meningkatkan daya saing pekerja Indonesia agar bisa memenangkan persaingan di tingkat ASEAN dan Internasional; Kementerian Ketenagakerjaan bersama dengan seluruh stakehoder dan melakukan sinergi untuk melakukan percepatan peningkatan kompetensi dan daya saing pekerja Indonesi; juga telah melakukan pelatihan wirausaha dan keterampilan kerja bagi 717.454 calon tenaga kerja dan melakukan sertifikasi terhadap 167 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sebagai kesiapan menghadapi MEA.
Daftar Pustaka
http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatap-era-mea-2015.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.2009, “Menuju ASEAN Economic Community 2015”, Jakarta.
KPPN/Bappenas.2012.”Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013”.Buku I.
KPPN/Bappenas.2013.”Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013”.Buku II.
Sholeh. 2013. “Persiapan Indonesia Dalam Menghadapi AEC (Asean Economic Community) 2015”. eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 509-522.
Association of Southeast ASIAN Nations (2008). ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT. Jakarta: Asean Secretariat.



Tempat Pelelangan Ikan ( TPI) Puger Jember Jawa Timur


Eksistensi tempat pelelangan ikan (TPI) dalam menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat Puger
( MANAJEMEN INVESTASI )
Dosen pengampu
Drs. Kaskojo Adi, M.Si

Di susun oleh

Fitria febi susanti                   1558632112005
Fitriyani wahidin                    1558632112005
Moh nur kholis                       1558632111977
Moh silmi                                1558632111986
Abdul latif hidayatullah          1558632111985
Arfi rahmatullah                     1558632112013
Nuril hilal                                1558632112998

STIA PEMBANGUNAN JEMBER
JL lumba-lumba no 9 telp 0331-486182 jember 





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tempat Pelelangan Ikan pada dasarnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah karena termasuk kepada kewenangan otonomi daerah, sehingga pada tiap daerah dapat ditemukan TPI dengan sistem yang agak berbeda satu sama lain. Berdasarkan UU No 31 tahun 2004, disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk membangun dan membina prasarana perikanan (pelabuhan perikanan dan saluran irigasi tambak) (Pramitasari, 2005). Menurut sejarahnya Pelelangan Ikan telah dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan terutama di Pulau Jawa, dengan tujuan untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, membantu nelayan mendapatkan harga yang layak dan juga membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya (Pramitasari, 2005).
Sebelum terbentuknya tempat pelelangan ikan, harga ikan cenderung tidak stabil dan banyak pihak yang memberlakukan harga semaunya. Dapat dikatakan bahwa sebelum adanya TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya, masyarakat nelayan di Puger menganut hukum rimba. Hal ini dapat terlihat dari adanya kewenangan dari pihak yang kuat untuk menentukan harga sesuka hatinya sehingga seringkali menimbnulkan ketidak stabilan harga dan tidak jarang pula kerugian bagi nelayan kecil. Berasas pada hal tersebutlah kemudian pemerintah mencanangkan program pendirian TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang diharapkan dapat meminimalisir adanya kecurangan harga, ketidak stabilan harga, dan perdagangan ilegal.
Tugas TPI ini adalah sebagai sarana dan wadah bagi nelayan dalam menentukan harga yang pantas bagi kedua belah pihak baik itu penjual (nelayan) dan pembeli melalui kegiatan pelelangan.Jika ikan tersebut tidak dilelang maka keberadaan ikan tersebut akan dipasok atau ambil oleh para pengambek. Istilah pengambek atau pemodal itu sendiri yaitu para juragan-juragan yang mempunyai uang banyak untuk memberikan pinjaman kepada para nelayan tapi harga ikan ditentukan oleh orang yang punya uang (pengambek). Misalnya satu potong ikan (5 kg) harga umumnya Rp. 30.000 tapi si pengambek tersebut mengatakan harganya hari ini Rp. 28.000 sehingga uang Rp.2.000 tersebut masuk pada pihak pengambek (proses tersebut sebenarnya merugikan pihak nelayan) disamping itu dia (si pengambek) ada perjanjian perpotong (bajong) dikenakamn pajak Rp. 1.000 Dengan adanya harga ikan yang tidak benar (tidak jelas harga sebenarnya) maka pemerintah membentuk sebuah organisasi yang mengatur tentang jual beli ikan yang di sebut dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).  
Pada tahun 1950-an sebelum terbentukknya tempat pelelangan ikan sebelumnya  terdapat suatu yayasan yang mengatur usaha pelelangan ikan. Yayasan tersebut bernama Jajasan Perikanan Laut Puger (JPLP). Usaha-usaha yang dilakukan oleh JPLP adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI), penyediaan bahan dan alat tangkap perikanan (BAP), penjemuran ikan. Namun sampai sejauh itu belum banyak memberikan manfaat kepada nelayan anggota untuk menaikkan taraf ekonominya. Hal ini disebabkan oleh praktek system ijon oleh para tengkulak, dengan memberikan pinjaman dan bantuan yang sifatnya mengikat, sehingga relative harga ikan di pasaran dikuasai oleh mereka.
            Saat itu yang menjadi prakarsa pendirian yayasan ini adalah bapak Sumartojo sekaligus sebagai ketua, Muchrijal dari desa Puger Wetan, Imam  Djoeremi dari desa Puger Kulon, serta beberapa warga yang lain dengan tujuan  untuk mengkoordinir penjualan hasil tangkapan nelayan pantai Puger dan untuk mengantisipasi nelayan pendatang yang mulai berdatangan ke daerah Puger. Pada tahun 1964 nama lembaga ini diganti menjadi Koperasi Perikanan  Laut Mijoso - Mino, alasannya yang dipakai untuk menampung seluruh aktifitas ekonomi yang ada di lokasi tersebut yang meliputi satu kecamatan dan bidang usaha tidak terbatas sektor perikanan saja tetapi pertanian dan peternakan. Berhubung tidak dapat berjalanan dengan seimbang pada tahun 1972 berubah menjadi Yayasan Pelelangan Ikan (YPI) yang dengan tugas utama menangani TP saja. Perubahan kebijakan pemerintah untuk menertibkan badan usaha bersama pada tahun 1976 berganti nama lagi menjadi Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dengan orientasi lebih fokus pada aspek perikanan yaitu menangani pelelangan ikan nelayan, anggotanya dengan berkedudukan di kantor Tempat Pelelangan Ikan Puger. Atas persetujuan dewan dan rapat anggota, pada tahun 1979 berganti menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Raharja dengan lebih memfokuskan usahanya pada sektor penangkapan ikan dan aspek lain yang berhubungan, sebagai ketua pertama Bapak Bapak Mudjamil Al-Jihat (mantan KUA) dengan dibantu Bapak Sugianto dan H. Zaeni sebagai ketua dan Sekretaris. Dua tahun kemudian dilegalkan dengan Badan Hukum No. 4863/BH/1981 tanggal 16 April 1981.
Peranan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) itu sendiri adalah melelangkan ikan-ikan yang di peroleh dari para nelayan untuk membantu memperjualkan ikan yang didapatkan sehingga mendapatkan harga jual yang bisa diterima oleh para masyarakat (konsumen) dengan melihat kemampuan daya belinya. Peranan Tempat Pelelangan Ikan tersebut tidak berjalan secara optimal karena sangat sulit untuk mengatur para nelayan yang mayoritas telah terikat kontrak dengan para pengambek yang memiliki pengaruh yang sangat besar. Hal tersebut sampai sekarang masih berlaku karena pemerintah tidak mempunyai upaya untuk mengkoordinir kelompok-kelopmpok nelayan supaya dimodali agar tidak bergantung pada pengambek.
Jam operasional Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ditetapkan bukan dengan peraturan jam dinas melainkan jam ikan artinya jika ikan datang barulah dilakukan transaksi (mengkondisionalkan datangnya ikan). Misalnya ikan yang didapatkan oleh para nelayan jam 04.00 pagi maka pada saat itulah terjadi transaksi jual beli ikan, jika transaksi tersebut mengikuti jam dinas maka para pelaku-pelaku dalam proses penjualan tersebut tidak akan berjalan dan tidak akan mendapatkan hasil seperti halnya ikan datang pada malam hari dan melakukan transakasi menunggu jam dinas maka akibatnya tidak akan mendapatkan penghasilan.
Pembangunan prasarana pelabuhan berupa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan perikanan, seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pemerintah berkewajiban untuk membangun pelabuhan perikanan dengan tujuan antara lain untuk menunjang proses motorisasi dan modernisasi unit penangkapan ikan tradisional bertahap dalam rangka memperbaiki usaha perikanan tangkap untuk memanfaatkan sumber daya perikanan dan kelautan. Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.
TPI (Tempat Pelelangan Ikan) memiliki fungsi yang sama halnya dengan pasar, sehingga kontribusinya dalam kegiatan perekonomian masyarakat nelayan sangat besar. Sebagaimana dalam kegiatan bisnis pada umumnya, bahwa pasar merupakan suatu elemen penting yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan bisnis dan sebagai salah satu faktor penentu eksistensi suatu bisnis. Mengingat peran dan kontribusinya dalam menunjang geliat perekonomian masyarakat nelayan, eksistensi TPI harus dijaga. 
Sebagai sektor perikanan, tentunya TPI menjadi sarana wajib bagi masyarakat nelayan di Puger untuk menunjang kegiatan perekonomiannya. Eksistensi TPI menjadi faktor utama yang harus diperhatikan. Namun demikian, kegiatan nelayan tidak selamanya menghasilkan ikan yang berlimpah. Kegiatan ini banyak dipengaruhi oleh faktor alam, sehingga hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap ketersediaan ikan dan kegiatan di TPI. Sebagaimana di unggah dalam kabarbisnis.com mengungkapkan bahwa “Tempat Pelengan Ikan (TPI) di Kec Puger, Jember, Jatim, dalam beberapa hari terakhir terlihat beralih fungsi. Jika biasanya TPI selalu sesak dengan transaksi ikan laut, yang terjadi sekarang malah dipenuhi penjual ikan air tawar hasil memancing dan menjaring yang jumlahnya sangat sedikit. Hal ini disebabkab oleh faktor cuaca yang beberapa bulan terakhir terjadi badai dan hujan lebat”. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat nelayan dipuger dan eksistensi TPI sebagai sarana penunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat Puger. Melihat adanya alih fungsi TPI di daerah Puger menggambarkan bahwa eksistensi TPI ini di pengaruhi oleh banyak faktor dan pentingnya keberadaan TPI bagi perekonomian masyarakat sehingga ketika terjadi krisis ikan laut mereka mencoba mencari alternatif lain yang kemudian di transaksikan di TPI. Berdasarkan hal tersebut  kami mencoba mengungkapkan objek dari studi dengan judul " EKSISTENSI KEBERADAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (PUGER) DALAM MENUNJANG PERTUMBUHAN  EKONOMI MASYARAKAT PUGER"

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dapat di rumuskan dalam observasi ini adalah 
1.      Bagaimanakah eksistensi keberadaan tempat pelelangan ikan (puger) dalam menunjang ekonomi masyarakat sekitar, khusunya bagi masyaakat puger sendiri?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.      Untuk megetahui eksistensi keberadaan tempat pelelangan ikan (Puger) dalam menunjang ekonomi masyarakat sekitar, khsusunya masyrakat desa puger
1.3.2 Manfaat
1.      Manfaat dari kegiatan observasi ini memberikan informasi tentang eksistensi keberadaan   tempat pelelangan ikan (puger) dalam menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat jember
2.      Memberi pengetahuan pada pembaca tentang keberadaan Tempat Pelelangan Ikan di Puger
3.      Untuk bahan pertimbangan bagi upaya peningkatan kesejahteraan nelayan
Puger

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Landasan Teori
2.1.1 Eksistensi
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Abidin Zaenal (2007:16) eksistensi adalah : “Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.
Menurut Nadia Juli Indrani, eksistensi bisa kita kenal juga dengan satu kata yaitu keberadaan. Dimana keberadaan yang dimaksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidak adanya kita. Istilah “ hukuman” merupakan istilah umum dan konvensional yang mempunyai arti yang luas dan dapat berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari seperti di bidang moral, agama dan lain sebagainya. 
Eksistensi dalam tulisan ini juga memiliki arti yang berbeda, eksistensi yang dimaksud adalah mengenai keberadaan aturan atau hukum yang mengakibatkan perubahannya suatu hal. Hukum dan pidana kaitannya sangatlah erat, dimana ada hukum pasti ada pidana, namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Ludwig Binswanger merupakan seorang psikiatri yang lahir pada tanggal 13 April 1881, di Kreuzlinge. Ia mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia yang aktual. Tujuannya ialah rekonstruksi dunia pengalaman batin.  
Jean Paul Sartre sebagai seorang filosof dan penulis Prancis mendefinisikan, “Eksistensi kita mendahului esensi kita”, kita memiliki pilihan bagaimana kita ingin menjalani hidup kita dan membentuk serta menentukan siapa diri kita. Esensi manusia adalah kebebasan manusia. Di mana hal yang ada pada tiap diri manusia membedakan kita dari apapun yang ada di alam semesta ini. Kita sebagai manusia masing-masing telah memiliki “modal” yang beraneka ragam, namun tetap memiliki kesamaan tugas untuk membentuk diri kita sendiri.  
Berbeda dengan Binswanger, lebih menekankan kepada sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia itu sendiri. Selain itu hal lain yang dibicarakan oleh Boss adalah spasialitas eksistensi (keterbukaan dan kejelasan merupakan spasialitas (tidak diartikan dalam jarak) yang sejati dalam dunia manusia), temporalitas eksistensi (waktu (bukan jam) yang digunakan/dihabiskan, badan (ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia), eksistensi dalam manusia milik bersama (manusia selalu berkoeksistensi atau tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama), dan suasana hati atau penyesuaian (apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati saat itu).
Dalam filsafat eksistensi, istilah existensi di artikan sebagai gerak hidup manusia kongkrit. Kata eksistensi berasal dari bahasa latin ex-sistere ( ex berarti keluar dan tere berarti berdiri, tampil ) kata eksistensi diartikan manusia berdiri sendiri dengan keluar dari dirinya. Dalam pengertian inilah eksistensi mengandung corak yang dinamis. Dalam filsafat eksistensi, pengertian eksistensi digunakan untuk menunjukkan cara benda yang unik dan has dari manusia yang berbeda dengan benda-benda lainnya, karena hanya manusialah yang dapat berada dalam arti yang sebenarnya di banding mahluk-mahluk atau benda-benda lain di dunia ini lebih sepisik lagi eksistensi lebih merujuk atau menunjuk pada manusia secara individual artinya “individu yang ini” atau “individu yang itu” dan bersifat kongkrit, kongkrit dalam arti bahwa manusia tidak dipormulasikan berdasar rekayasa ide apstrak sfekulatif seseorang untuk menyatakan depenisi manusia secara umum. Eksistensi bukanlah suatu yang sudah selesai, tapi suatu proses terus menerus melalui tiga tahap, yaitu : dari tahap eksistensi estetis kemudian ke tahap etis, dan selanjutnya melakukan lompatan ke tahap eksistensi religius sebagai tujuan akhir. Menurut Sukamto Satoto sampai saat kini tidak ada satupun tulisan ilmiah bidang hukum, baik berupa buku, disertasi maupun karya ilmiah lainnya yang membahas secara khusus pengertian eksistensi. Pengertian eksistensi selalu dihubungkan dengan kedudukan dan fungsi hukum atau fungsi suatu lembaga hukum tertentu. Sjachran Basah mengemukakan penegrtian eksistensi dihubungkan dengan kedudukan, fungsi, kekuasaan atau wewenang pengadilan dalam lingkungan bada peradilan administrasi di Indonesia


2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi (economic growth) secara paling sederhana dapat diartikan sebagai pertambahan output atau pertambahan pendapatan nasional agregat dalam kurun waktu tertentu, misalkan satu tahun (Prasetyo, 2009). Perekonomian suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan jika balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun–tahun sebelumnya. Dengan demikian pengertian pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan kapasitas produksi barang dan jasa secara fisik dalam kurun waktu tertentu. 
Suatu perekonomian dikatakan tumbuh jika terjadi kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2006).
Pembangunan ekonomi juga bisa didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2004).
Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota digunakan konsep konsep PDRB. PDB atau PDRB dapat diukur dengan 3 macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan dan pengeluaran (Tambunan, 2003). Pendekatan produksi dan pendapatan adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply) sedangkan pendketan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand).

2.1.3 Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan pusat dari seluruh kegiatan perikanan, yang mengumpulkan semua hasil tangkapan untuk dijual melalui sistem lelang (Direktorat Jenderal Perikanan (1981) dalam Yunizar, 1989. Direktur Bina Prasarana Perikanan (1987) dalam Yunizar (1989) mengatakan bahwa secara umum pelelangan ikan  diartikan sebagai suatu metode transaksi di pusat produksi yang diselenggarakan di TPI antara nelayan dan bakul dengan tujuan agar dapat diperoleh harga yang wajar serta pembayaran secara tunai kepada nelayan. 
Berdasarkan Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 139 Tahun 1997; 902/Kpts/PL.420/9/97; 03/SKB/M/IX/1997 tertanggal 12 September 1997 tentang penyelengaraan tempat pelelangan ikan, bahwa yang disebut dengan Tempat Pelelangan Ikan adalah tempat para penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli ikan melalui pelelangan dimana proses penjualan ikan dilakukan di hadapan umum dengan cara penawaran bertingkat (Pramitasari, 2005).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian
3.1.1 Tempat penelitian
Penelitian ini bertempat di daerah Puger, salah satu kawasan yang berada di daerah Kabupaten Jember. Lebih tepatnya sebuah lokasi tempat pelelangan ikan (TPI) Puger
3.1.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016-2017
3.2 Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
1.    Data primer yaitu menurut Umi Narimawati (2008;98) dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori dan Aplikasi” bahwa: “Data primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknisnya responden, yaitu orang yang kita jadikan objek penelitian atau orang yang kita jadikan sebagai sarana mendapatkan informasi ataupun data.
2.    Data sekunder yaitu data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada. Sumber data sekunder adalah catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah, analisis industri oleh media, situs Web, internet dan seterusnya (Uma Sekaran, 2011).
3.3  Tehnik Pengumpulan Data
·         Observasi
Observasi Menurut (Paton) : observasi adalah salah satu metode yang akurat dan mudah untuk melakukan pengumpulan data dan bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami semua peristiwa yang terjadi yang menjadi objek penelitian dalam penelitiannya. Untuk mendapatkan data penelitian, penulis melakukan Observasi dengan survey lokasi penelitian
·         Wawancara
Wawancara menurut (Dada Rosadah) adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya. Wawancara dilakukan dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari pewawancara kepada narasumber.
·         Dokumentasi
Paul otlet “international ecnomic conference 1905” dokumentasi ialah kegiatan berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran dokumen

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Eksistensi tempat pelelangan ikan (TPI) dalam menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat
      Puger
            Masyarakat yang tinggal disekitar wilayah Puger, mayoritas mengandalkan laut sebagai mata pencahariannya baik itu sebagai nelayan, yang akhirnya memunculkan aktivitas-aktivitas perekonomian lainnya seperti, kuli angkut, tukang becak, pengambek, pedagang, pemasok, dan lain sebagainya yang saling terkait satu sama lain dan sama-sama menggantungkan nasibnya pada keberadaan laut pada umumnya, dan TPI khususnya sebagai salah satu sarana pemasaran dan koordinator harga.
Masyarakat puger yang mayoritas menggantungkan nasibnya akan keberadaan TPI, senantiasa menopangkan perekonomiannya pada hasil laut. Mereka tidak memiliki keterampilan lain selain apa yang merekakerjakan, hal inilah yang membuat masyarakat puger menjadi masyarakat yang hidup dengan kemiskinan. Mereka rela hutang untuk dapat tetap menyambung hidup atau bahkan menggadaikan segala sesuatu yang mereka miliki bahkan sampai piring-piringpun ikut digadaikan untuk menunggu berakhirnya musim angin barat yang membuat aktivitas perekonomian mereka tersendat.
Nelayan di daerah pesisir puger pada prinsipnya dibedakan menjadi tiga yakni nelayan besar dengan jumlah awak kapal antara 2535 orang, nelayan sedang dengan jumlah awak kapal 20-25 orang, dan nelayan kecil dengan jumlah awak kapal anatar 2 – 5 orang. Secara garis besar jumlah nelayan di daerah puger di dominasi oleh nelayan kecil, dan sebagian besar dari masyarakat nelayan di puger mayoritas adalah buruh kapal yang tidak memiliki kapal sendiri. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar nelayan tradisional yang menggunakan perahu jukung hidupnya belum sejahtera, bahkan tidak sedikit yang hidup dibawah garis kemiskinan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi perekonomian dan sosial masyarakat yang belum juga menunjukkan titik terang. Masyarakat nelayan puger harus senantiasa berperang dengan kemelut dan desakan perekonomian saat musim paceklik tiba, sehingga bukan menjadi sebuah rahasia lagi jika mereka harus mengutang dan menggadaikan sejumlah barang demi menyambung hidup. Pendapatan nelayan yang diperoleh dari kegiatan berlayar sangat dipengaruhi oleh alam seperti angin barat, cuaca, bulan purnama dan bersifat musiman. Jika mencapai musim panen (rame) pendapatan kotor nelayan kecil dalam sekali berlayar bisa mencapai Rp. 1000.000 perhari, sedangkan jika musim sepi pendapatan hanya berkisar Rp. 100.000 perhari bahkan tidak jarang mereka tidak mendapatkan penghasilan sama sekali, Sedangkan biaya biaya yang harus dipenuhi seperti bahan bakar dan konsumsi di tanggung oleh pemilik kapal berkisar antara Rp. 150.000 untuk nelayan kecil dan Rp 2000.000 untuk nelayan besar dalam sekali berlayar, tergantung pada besar dan banyaknya awak kapal. Jenis Mesin kapal yang digunakan untuk kapal kecil dan sedang adalah mesin jenis TS 120-150 cc, sedangkan kapal besar 150-250 cc. jumlah solar yang dibutuhkan adalah 10 – 20 liter untuk nelayan kecil dan 200 hingga 300 liter solar untuk nelayan besar dalam setiap melaut (kapal besar bisa 2x lipat karena jauhnya daya jelajah). Setiap melaut nelayan membutuhkan waktu 1 hingga 2 hari tergantung dari hasil tangkapan.
Komposisi bagi hasil nelayan, terdiri dari 45% untuk nelayan yang terjun langsung untuk berlayar dan 55% diberikan untuk pemilik kapal . Pola bagi hasil nelayan masih mengenal system kekeluargaan, dengan alasan rasa sungkan atau kasihan, pemilik kapal sering kali harus menelan kerugian jika hasil yang diperoleh tidak banyak (musim sepi). Menurut pak syukron (40) terkadang penghasilan 45% tersebut kurang bahkan ia seringkali menambahi untuk dapat melakukan pelayaran kembali seperti membeli bahan bakarnya, memperbaiki kerusakan jukungnya, serta untuk membelikan bekal selama pelayaran nantinya.
Nelayan Puger menolak adanya system slerek, hal ini untuk menjaga kelestarian ekosistem ikan di laut sehingga hasil tangkapan mereka tidak sebanyak nelayan didaerah lain seperti nelayan Probolinggo dan Muncar. Maksimal hasil tangkapan mereka hanya dapat menampung 80kg untuk nelayan kecil dan untuk nelayan besar 8,5 ton.
Perekonomian masyarakat nelayan di Puger dapat di ibaratkan sebagai sebuah lingkaran yang tak berujung. Pada saat musim panen ikan mereka akan melakukan invesatasi seperti membeli tanah atau emas, namun tak lama kemudian pada saat paceklik investasi dan barang berharga lainnya akan digadaikan. Pada saat musim sepi sebagian besar para nelayan puger ini tidak memiliki alternative pekerjaan lain, sehingga selama musim sepi tersebut mereka menganggur atau hanya berbenah kapal sehingga dapat dipastikan mereka tidak memiliki pemasukan pendapatan.
Pola perekonomian masyarakat nelayan dapat dikatakan masih berada pada ambang tradisional, mereka masih menggunakan cara cara tradisional dalam melaut. Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, nelayan puger sangat tergantung pada alam dan pendanaan dari pengambek. Secara praktis belum ada pemberdayaan masyarakat untuk program budidaya ikan yang bertujuan meminimalisir krisis ekonomi nelayan pada masa paceklik.
Nelayan yang memiliki tanggungan hutang pada pengambek harus menjual ikan hasil tangkapannya kepada pengambek tersebut dengan harga dibawah harga pasar. Pengambek biasanya mengambil untung Rp 300 - Rp 500/kg. Bagi nelayan yang tidak berniat mengembalikan uang pinjamannya kepada pengambek, maka iaharus menjadi bawahan pengambek tersebut. Keberadaan pengambek disni memiliki sisi positif dan negative. Sisi positif pengambek adalah ia berperan sebagai pemodal yang membantu dan menunjang kegiatan nelayan dalam berlayar, sehingga keberadaannya memegan peranan penting mengingat masih minimnya modal yang berjalan dari pemerintah untuk masyarakat nelayan di daerah puger. Sedangkan sisi negative dari pengambek adalah kehadirannya yang mengharuskan nelayan menjual hasil tangkapannya pada pengambek menyebabkan harga ikan tidak stabil karena pengambek memberlakukan harga ikan semaunya, dan hal ini tentunya akan menghambat dan menjadi kendala bagi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dalam melaksanakan tugasnya untuk melelang dan mengkoordinir harga ikan dipasaran.
Harga ikan di puger selain dipengaruhi oleh musim, juga dipengaruhi oleh harga barang-barang lain seperti kenaikan harga BBM dan kenaikan harga bahan makanan. Diakui oleh salah seorang narasumber yakni bapak syukron yang berprofesi sebagai nelayan selama 25 tahun, bahwa kenaikan harga BBM dan bahan pangan mempengaruhi harga ikan, bahkan tidak jarang hasil pendapatan yang diperoleh nelayan semakin menurun karena harus dikurangi biaya total dalam berlayar yang diakumulasikan dari biaya bahan bakar dan bahan pangan (bekal). Hal ini menegaskan kita tentang hukum permintaan yang menyebutkan bahwa ketika harga naik maka permintaan akan menurun. Selain menjadi polemic besar bagi pedagang hal ini tentunya juga menjadi sebuah masalah tersendiri bagi para nelayan, karena permintaan jauh lebih banyak dijatuhkan pada ikan air tawar.Selain menjualnya pada pengepul maupun di TPI, nelayan biasanya juga menjual ikan-ikan yang jelek atau rusak (tidak layak konsumsi) pada peternak untuk dijadikan makanan ternak yang disebut oleh masyarakat puger sebagai sentrat dengan harga ikan perkilo berkisar antara Rp 2.500 – Rp 3000.
Ada kelompok nelayan yang beranggotakan 10 orang yang memiliki modal besar untuk membangun rumpon yang diletakkan ditengah laut. Rumpon itu digunakan ketika musim paceklik ikan datang. Sehingga ikan-ikan yang tertangkap di rumpon di ambil untuk memenuhi kebutuhan di TPI. Ketika  musim ikan rumpon didiamkan agar terisikan yang terjebak masuk kedalam rumpon. 1 rumpon bisa menghabiskan dana hingga 100jt. Karena membutuhkan perhitungan letak dan struktur bangunan yang kokoh agar tidak hanyut apabila ombak besar menerjang rumpon.
Pendapatan nelayan tidak menentu apakah itu musim angin atau musim ikan, Mereka tidak menggunakan teknologi seperti GPS untuk mencari ikan sehingga pendapatan ikan mereka tidak menentu. Mereka menggunakan penghitungan musim ikan. Awal bulan ke-5 hingga 12 adalah musim ikan. Sedangkan bulan ke-1 hingga akhirbulan ke-4 adalah paceklik ikan atau mereka biasa menyebutnya musim angin. Karena tidak adanya teknologi yang mendukung dan tidak adanya sistem yang digunakan untuk menjumlah penghasilan mereka dari tiap-tiap musim. Mereka hanya fokus untuk mencari ikan tanpa mencatat dan mengkalkulasi berapa pendapatan yang mereka peroleh dari hasil melaut tiap musimnya.
Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat struktural dan ditengarai karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan infrastruktur. Kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses informasi, teknologi dan permodalan, budaya serta gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar nelayan semakin lemah. Kebijakan pemerintah kurang berpihak pada pemangku kepentingan di wilayah pesisir itu.
A.    Hasil Wawancara dengan Pedagang Ikan
            Segoro Kidul atau Samudera Indonesia menjadi ladang penghidupan bagi masyarakat Puger yang sebagian besar sebagai nelayan. Puger sendiri merupakan pelabuhan laut yang berfungsi sebagai pangkalan dari para nelayan dan pelaut dengan bukti keberadaan Tempat Penampungan Ikan (TPI) terbesar di Jawa Timur.Untuk pasar di  TPI Puger buka 24 jam dan hanya pada hari Jum’at Legi para nelayan tidak melaut karena pada hari itu digunakan untuk beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan dan juga bentuk perwujudan rasa syukur atas keberkahan yang diterima serta berdoa agar para nelayan diberi keselamatan dalam menjalankan pekerjaannya. Pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Puger ini untuk pedagang ikan dibagi menjadi 2 yaitu pedagang ikan (pedagang ikan dengan kios dan pedagang ikan tanpa kios) dan pengepul. Disini kelompok kami melakukan wawancara dengan 4 narasumber diantaranya :
Nama                    : Bapak Haji Agus Santoso 
Usia                      : 70 tahun
Pekerjaaan            : Pedagang Ikan dengan kios
Lama usaha          : 64 tahun

Nama                    : Ibu Romlah 
Usia                      : 30 tahun
Pekerjaan              : Pedagang Ikan tanpa kios
Lama usaha          : 3 tahun

Nama                     : Ibu Maya 
Usia                       : 45 tahun
Pekerjaan               : Pedagang Ikan tanpa kios
Lama usaha           : 20 tahun

Nama                      : Bapak Zaenal 
Usia                        : 28 tahun
Pekerjaan                : Pengepul
Lama usaha            : 5 tahun

            Jenis-jenis ikan yang sering ditangkap oleh para nelayan adalah Tuna, Lemuru, Tengiri, Tongkol, Cumi, Bandeng laut, Kakap putih, Kakap merah, Pari, Kerapu dan Benggol. Ikan yang didapat oleh para nelayan biasanya dibeli oleh pedagang ikan, diborong oleh pengepul atau dibeli oleh pengusaha ikan. Kendala utama yang dihadapi oleh para nelayan dan pedagang ikan adalah cuaca yang sekarang tidak menentu dan kemampuan para nelayan dalam memanage keuangan. Pada bulan Januari-April hasil laut yang diperoleh oleh nelayan mengalami penurunan dan pada bulan Mei-Desember hasil laut yang  diperoleh oleh nelayan mengalami kenaikan. Jika hasil laut yang diperoleh oleh para nelayan mengalami penurunan agar pasokan kebutuhan masyarakat akan konsumsi ikan dapat terpenuhi maka untuk mengatasinya biasanya ikan didatangkan dari Sumenep, Jawa Tengah, Muncar (Banyuwangi), Probolinggo, Situbondo, dan Bali. Selain itu, juga dapat menggunakan alternatif memancing di rumpon (sejenis keramba yang dibangun di tengah laut) tetapi ikan yang terjaring di rumpon baru bisa dilihat hasilnya setelah 4-5 hari.
            Harga ikan di TPI ini sangat bervariasi tergantung pada besarnya hasil laut, jika hasil laut besar harga ikan akan turun, harga pernah sampai 1.000-2.000/kg dan jika hasil laut kecil maka ikan akan naik, kenaikan harga pernah sampai 17.500/kg. Hal ini juga dipengaruhi bagaimana kita menawarnya. Untuk harga ikan benggol Rp. 12.000/kg, Cumi dan Ikan Kerapu 30.000/kg, Ikan Tuna 15.000-25.000/biji dan Ikan Lemuru yang paling besar ukurannya yaitu Rp.15.000. Setelah nelayan tiba dengan membawa hasil lautnya, hasil laut tersebut dipilah-pilah terlebih dahulu antara kualitas yang baik dan buruk.  Untuk hasil laut dengan kualitas yang baik dijual di pasaran lokal maupun nasional.  Untuk hasil laut dengan kualitas yang buruk agar tetap memiliki nilai jual diasinkan menjadi pindang. Untuk sistem penjualan hasil lautnya dengan menggunakan memakai alat keranjang atau gendum (1 gendum = 15 keranjang). Untuk proses pengasinan dilakukan oleh masyarakat di sekitar TPI Puger.
            Untuk besarnya pajak yang diterapkan oleh TPI berbeda-beda. Besarnya pajak tersebut diantaranya :
No
Jenis Pekerjaan
Besarnya Pajak
1.
Pedagang Ikan dengan kios
60.000/ bulan
2.
Pedagang Ikan tanpa kios
Membeli karcis 1.000/ hari
3.
Pengepul
500.000/ bulan
4.
Becak Motor/Ojek
Membeli karcis 1.000/ hari
NB : Untuk penduduk asli daerah Puger tidak dikenakan pajak
           
            Penghasilan para pedagang ikan di Puger tidak menentu. Hal ini dikarenakan jumlah modal yang tersedia, faktor cuaca dan besarnya ikan yang didapat dari para nelayan, sehingga saat kami melakukan observasi mereka tidak dapat memberikan keterangan yang pasti untuk pendapatan 1 bulanannya. Mereka hanya bisa memberikan data yang pasti untuk pendapatan mereka per harinya yaitu:
No
Jenis Pekerjaan
Besarnya penghasilan/hari
1.
Pedagang ikan dengan kios
400.000
2.
Pedagang ikan tanpa kios
150.000-200.000
3.
Pengepul
2.000.000-3.000.000
(Mereka mengambil keuntungan 1.000/kg dan untuk mekanisme penjualannya untuk penjualan eceran minimal 5 kg)

Jika jumlah ikan yang didapat dari para nelayan banyak maka keuntungan yang diperoleh pun juga akan semakin besar. Selisih harga antara hasil mancing di rumpon dengan hasil melaut berbeda yaitu 15.000-20.000/ keranjang.
            Untuk modal awal yang dipergunakan, baik oleh pedagang ikan maupun pengepul sebagian besar mereka menggunakan sistem kepercayaan yaitu dengan hutang kepada para nelayan. Jika pada hari tersebut ikan terjual semua maka besok hutang tersebut segera dilunasi, tetapi jika pada hari tersebut ikan belum terjual semua biasanya hutang baru dilunasi 2-3 hari kemudian.

No
Jenis Pekerjaan
Besarnya modal awal yang dibutuhkan
1.
Pedagang Ikan dengan kios
2.100.000
(untuk pedagang ikan dengan kios karena mereka 1 gendum untuk persediaan awalnya)
2.
Pedagang Ikan tanpa kios
700.000-800.000
(40 kg dengan harga per kilo ikannya 17.500)
3.
Pengepul
660.000
(60 kg dengan harga per kilo ikannya 11.000)
            Besarnya hasil laut sangat berdampak positif terhadap pengahasilan masyarakat yang tentunya dapat meningkatkan pendapatan per kapita daerah Puger karena apabila pendapatan masyarakat Puger rendah maka pendapatan per kapita daerah akan turun, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, peran TPI disini sangatlah penting baik bagi masyarakat maupun pemerintah dalam menunjang perekonomian masyarakat. Penyumbangan peningkatan pendapatan per kapita tidak hanya dari hasil lautnya saja tetapi juga dari penarikan pajak. Dari kegiatan penarikan pajak tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki serta meningkatkan sarana prasarana di TPI dan fasilitas umum di daerah Puger, seperti perbaikan jalan dan lampu-lampu penerangan, sehingga dapat memberikan rasa nyaman bagi para pemakainya dan kegiatan ekonomi, baik produksi maupun distribusi dapat berjalan dengan lancar dan terus berkembang, sehingga pendapatan per kapita daerah Puger  juga terus meningkat.                                         




BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) memiliki fungsi yang sama halnya dengan pasar, yakni melakukan transaksi jual beli, secara khusus peran Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah melelangkan ikan yang diperoleh oleh para nelayan agar mendapatkan nilai harga yang layak dan bisa diterima oleh semua masyarakat (konsumen), namun peranan secara khusus tersebut sudah tidak eksis lagi karena sulit mengatur para nelayan dan juga kurangnya perhatian dari pemerintah. Dalam observasi ini bisa diambil kesimpulan bahwasanya tempat pelelangan ikan memiliki pengaruh besar dalam pembangunan ekonomi khususnya masyarakat puger dan masyarakat jember pada umumnya, dilihat dari data nelayan dan pedagang. Nelayan memiliki peranan sebagai penyuplai ikan sedangkan  pedagang sebagai distributor (penyalur) hasil tangkapann ikan dari para nelayan.
5.2 Saran
Teknis pelelangan ikan, tidak hanya sekedar jual beli antara nelayan dan pedagang. Dalam sistem lelang, nelayan memasukkan ikan kepada petugas TPI untuk dicatat, ditimbang kemudian dimasukkan dalam pelelangan. Pembeli yang hendak membeli harus melalui proses lelang harga.
Pembeli yang memenangkan lelang membayar ke kasir UPT TPI, untuk kemudian uangnya diserahkan kepada nelayan. Dalam proses lelang ikan inilah, Pemkab mendapatkan pemasukan untuk Pendapatan Asli daerah (PAD). "Karena nelayan dan pedagang ditarik retribusi, itu bisa jadi
pemasukan untuk PAD. Selama ini yang terjadi memang hanya jual beli biasa. Dan jual belinya hanya antara nelayan dan pengambek saja,"
Pengambek merupakan juragan ikan yang banyak memodali nelayan, baik untuk biaya operasional melaut, pembuatan kapal bahkan sampai biaya pendidikan akan nelayan.  Nelayan bisa utang kepada pengambek. Sebagai cara mengembalikan pinjaman, nelayan harus menjual ikan kepada pengambek. Harga ikan ditentukan oleh pengambek. Dan pengambek juga mengambil jasa penjualan untuk setiap keranjang ikan.

Daftar Pustaka
Ahira, Anne. “ Pengaruh Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi Masyarakat “. http://uwityangyoyo.wordpress.com/2015/06/10/( 28 September 2015)
Ananta. Indikator Kesejahteraan Rakyat di Indonesia. Bandung :Sumber Ilmu, 1993
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Toha Putra, 1971
Direktorat Bina Prasarana – Ditjen Perikanan, 1994 :Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan N0. 16/MEN/2006. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.Undang – Undang Pelabuhan Perikanan .Jakarta :Direktorat Bina Prasarana, 2004
Fandelli. C. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Prinsip Dasar dan Penerapannya Dalam Pembangunan. Yogyakarta : Penerbit Liberty. 1992.
Hidayat, Azhar. “Analisis pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bulukumba (studi kasus :kawasan pesisir kecamatan Ujung Loe)”. Skripsi. Makassar :Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin, 2012.
Kramadibrata, Soedjono. Perencanaan Pelabuhan. Bandung :Penerbit Ganeca Exact, 2002
Kusmayadi. Statistika Pariwisata Deskriptif. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 2004
Kodoatie, Robert J. Pengantar Manajemen Infrastruktur, Cet.V; Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2005
Lincolin, Arsyad. Ekonomi Pembangunan.Yogyakarta :STIE.YKPN, 199

Peran Penting Etika Bisnis

REVIEW JURNAL Judul Peran Penting Etika Bisnis Bagi perusaahaan-Perusahaan Indonesia Dalam Bersaing di Era Masyarakat...